virqinf. Diberdayakan oleh Blogger.

should i confess? ~2

>> Rabu, 03 Agustus 2011

Park Jongshu berjalan tergesa menuju kelasnya, hari ini dia terlambat bangun setelah begadang semalaman untuk menyelesaikan sebuah maket.

Bruk

Jongshu menabrak seseorang ketika akan berbelok ke lorong kelasnya.
"mian..aku tidak sengaja", seorang yeoja yang menabraknya tadi meminta maaf.

" Ne..bukan salahmu", Jongshu membereskan kertas-kertasnya yang berserakan. Matanya tertumbuk pada setangkai bunga chrysant kering tidak jauh dari kakinya.
Dipungutnya bunga itu. Seakan teringat sesuatu, ia tersentak mendongakkan kepalanya menatap yeoja yang mulai berjalan menjauhinya.

" apakah ini punyamu, nona?" tanya Jongshu menghampiri yeoja berambut ikal sebahu yang tadi menabraknya.

Yeoja itu membalikkan tubuhnya karena merasa dialah 'nona' yang dimaksud namja dibelakangnya.
Matanya membulat ketika ditatapnya setangkai chrysant kering miliknya berada di tangan Jongshu.

"ah ..Ne..itu punyaku. khamsahamnida", yeoja itu mendekati Jongshu dan mengambil bunganya.

"jineun Park Jongshu imnida", Jongshu memperkenalkan diri sebelum yeoja didepannya berniat membalikkan badannya .

"jineun Shin Min Rae imnida", Min Rae membungkukkan badannya dan tersenyum

senyum itu, mata bulat itu. Jongshu tercekat memandang yeoja dihadapannya.

" Jongshu-ssi . wae? kenapa memandangku seperti itu?" tanya Min Rae tanpa melepaskan senyum diwajahnya, walaupun alis kirinya sedikit terangkat.

" Ah..a..ani. aku hanya merasa familiar denganmu. mian Min Rae-ssi" , Jongshu tergagap. lalu ia membungkukkan badan pada Min Rae dan bergegas menuju kelasnya

Shin Min Rae. apakah ini hanya kebetulan atau bagaimana, kenapa marga dan nama belakang mereka sama, batin Jongshu.

Min Rae memandangi punggung Jongshu yang menjauh. Park Jongshu, kenapa rasanya aku familiar dengan namanya, batin Min Rae
----
Jongshu mendongak menatap langit, memejamkan matanya dan mulai mengulas memorinya bersama Bin Rae. Hal yang selalu dilakukannya setiap sore selama 15 tahun ini, di sebuah bangku taman yang memiliki kenangan indah untuknya.

Jongshu mengernyit, lalu perlahan membuka matanya ketika dia merasakan seperti ada sesuatu yang menghalangi sinar matahari.

"Jongshu-ssi apakah aku mengganggu?" Min Rae lah yang menghalangi sinar matahari, karena dia berdiri tepat di hadapan Jongshu.

" Ani..duduklah", Jongshu menepuk bagian kosong bangku yang didudukinya.

" gomawo Jongshu-ssi. apa yang sedang kau lakukan disini?"
" hanya sedang berfikir", Jongshu menoleh sekilas. Jongshu tercekat. alis kiri yeoja itu naik jika dia sedang penasaran, batin Jongshu.
"memikirkan apa?" seolah tidak melihat perubahan pada ekspresi Jongshu, Min Rae melanjutkan pertanyaannya.
" sesuatu yang penting", jawab Jongshu tanpa mengalihkan pandangan dari Min Rae. aku mengenalnya,sepertinya aku mengenalnya, tapi dimana? kapan? , ucapnya dalam hati seolah mencari kepastian
"seseorang?", tanya Min Rae semakin menaikkan alisnya dan tersenyum.
" Ne", Jongshu tersenyum tipis.
" ah. pasti orang yang sangat berarti untukmu kan?"
" Ne"
" Jongshu-ssi apakah kita pernah bertemu?", Min Rae memasang wajah serius.
" kenapa sepertinya aku mengenalmu?", lanjutnya tanpa mengubah ekspresi.

ya . apakah kita pernah bertemu Shin Min Rae? kenapa aku pun sepertinya mengenalmu, Jongshu bertanya dalam hati

" sepertinya tidak Min Rae-ssi. tapi aku merasa kau mirip seseorang yang ku kenal", Jongshu menatap Min Rae lekat.
" nugu?"
" teman kecilku dulu. namanya pun mirip dengan mu. hanya nama tengah kalian yang berbeda", jelas Jongshu
" siapa namanya?" Min Rae sangat penasaran karena setaunya hanya ada satu orang yang namanya mirip dengannya.
" Shin Bin Rae ", jawab Jongshu
" nugu?" , Min Rae terbelalak
" Shin Bin Rae. dia adalah tetanggaku dulu", Jongshu menekan perasaan kehilangan yang tiba-tiba memenuhi hatinya lagi.
" eonni", Min Rae memekik pelan
" eonni?" , Jongshu bingung dengan perubahan sikap yeoja di sebelahnya. kenapa Min Rae terlihat sangat terkejut?
" Shin Bin Rae..dia..dia.. eonniku", ucap Min Rae lirih

Park Jongshu terbelalak. apakah ada yang salah dengan telinganya? tidak..dia mendengar dengan jelas apa yang dikatakan yeoja di sampingnya itu.
eonni? jadi maksudnya Min Rae adalah dongsaengnya Bin Rae?Jongshu memijit dahinya yang mulai berdenyut.

" apa maksudmu dengan eonni? apa kau dongsaeng Shin Bin Rae? Shin Bin Rae yang seorang penyanyi?" Jongshu mengguncang pelan tubuh Min Rae.

yeoja di sampingnya itu membeku.
lalu tiba-tiba tersentak dan memandangi Jongshu lekat

" apakah kau..apakah kau adalah Jongie oppa yang sering diceritakan eonniku?", susah payah Min Rae mengeluarkan pertanyaan itu dari mulutnya. matanya semakin menyipit menatap Jongshu. terkejut. ia sangat terkejut !

" Jongie oppa. Bin Rae selalu memanggilku dengan nama itu. lalu....." ucapan Jongshu terhenti ketika tiba-tiba dia mendengar Min Rae terisak.
" Min Rae-ya" , ada apa. kenapa dia menangis.apa dia benar benar dongsaeng Bin Rae?, Jongshu memandangi yeoja yang sedang terisak itu nanar.
tangannya meraih bahu Min Rae dan merengkuh yeoja itu ke dalam pelukannya. entah kenapa Jongshu merasa semuanya tepat seperti seharusnya.


-tobecontinue-

Read more...

should i confess? ~1? ~1

>> Selasa, 02 Agustus 2011

" Oppa...Oppa..", teriak yeoja kecil itu sambil berlari ke arah seorang namja yang sedang duduk di bangku halaman rumahnya, tangan namja itu memegang setangkai bunga chrysant.

Duagh. Sebongkah batu menghentikan lari yeoja kecil itu dan membuat tubuh mungilnya tersungkur.

" Ya! Bin Rae-ya. Hati-hati. Kenapa kau berlari seperti itu !", namja yang dipanggil oppa tadi berlari ke arah dimana yeoja kecil itu tersungkur.

" Bin Rae-ya, gwenchanha.. " tanya nya sembari membantu yeoja kecil itu untuk duduk.

" Ne..gwenchanha, Oppa. tapi lututku sakit sekali" , ujar si yeoja kecil meringis menahan sakit seraya memandangi kedua lututnya yang lecet dan berdarah.

" kemarilah, naik ke punggungku" , ucap namja itu lembut lalu ia membalikkan badannya membelakangi Bin Rae dan langsung berdiri ketika dirasakannya Bin Rae sudah naik ke punggungnya.

" ada apa Bin Rae-ya, kenapa kau sampai lari-lari seperti itu mencariku?" ,tanya namja itu memulai pembicaraan, langkahnya perlahan menuju ke dalam rumah.

" ini..aku mau memberi tahu oppa kalau aku memenangkan lomba menyanyi lagi hari ini, dan medali ini kuberikan untuk oppa" , ujar Bin Rae ceria dan dalam hitungan detik dia mengalungkan sebuah medali di leher namja itu.

" Chukkae Bin Rae-ya, suaramu memang sangat bagus. tapi kenapa kau berikan medalimu padaku?", tanya nya sedikit menelengkan mukanya ke wajah yeoja kecil yang sedang bersandar di pundak kanannya.

" itu untuk oppa. karena selama ini oppa yang selalu mendukung dan menyemangatiku. aku ingin oppa menyimpan medali itu sebagai tanda persahabatan kita dan berjanjilah oppa tidak pernah melupakan aku" , tukas Bin Rae ringan.

" Ne.. Bin Rae-ya. oppa tidak akan pernah melupakanmu" , janji namja itu. Seulas senyum manis tersungging di wajahnya.
-----
Park Jongshu menghela nafas. Namja itu mendongak dan memejamkan matanya, di tangannya tergenggam setangkai bunga chrysant.

kenangan itu, kenangan masa kecilnya bersama Shin Bin Rae, yeoja kecil yang menjadi tetangga sekaligus sahabatnya. Dulu. 15 tahun yang lalu.
Shin Bin Rae yang pandai menyanyi, Shin Bin Rae yang selalu ceria, Shin Bin Rae yang senyumnya sangat manis. dan Shin Bin Rae yang menjadi cinta pertamanya.

Park Jongshu menghela nafas lagi, genggamannya pada setangkai bunga chrysant semakin menguat.
" Bin Rae-ya..sebenarnya kau dimana?", gumamnya lirih
" aku sangat merindukanmu. bukankah kau yang membuatku berjanji untuk tidak melupakanmu? kenapa sekarang kau yang melupakanku Bin Rae-ya", lanjutnya dalam hati.
----
Hari itu, hari dimana Park Jongshu menggendong Shin Bin Rae setelah dia terjatuh, adalah hari terakhir mereka bertemu. Setelah mengobati luka di lutut Bin Rae, Jongshu mengantarnya pulang. Rumah mereka hanya berjarak pagar kayu setinggi 3 meter. Ya, rumah mereka memang tepat bersebelahan.
Jongshu mengantar Bin Rae sampai ke dalam rumahnya. Dia memang sudah terbiasa keluar masuk rumah Bin Rae, dan orangtua Bin Rae pun tidak mempermasalahkan hal itu. Mereka sudah menganggap Jongshu seperti anak mereka sendiri.
" annyeong ahjumma", Jongshu tersenyum ramah kepada ibu Bin Rae yang sedang menonton TV.
" annyeong Jongshu-ya", jawab ibu Bin Rae membalas sapaan dan senyum Jongshu. tetapi sedetik kemudian senyumnya lenyap ketika dilihatnya kedua lutut Bin Rae yang diperban.
" Ommoo! apa yang terjadi Raenny-ya? ada apa dengan lututmu?" tanyanya panik dan bergegas menghampiri Bin Rae.

" tadi Bin Rae terjatuh ahjumma.tapi tidak usah khawatir, aku sudah mengobatinya" , Jongshu tersenyum melihat tingkah ibu Bin Rae.

" khamsahamnida Jongshu-ya" , ibu Bin Rae mengucapkan terimakasih dan menuntun Bin Rae ke sofa di dekat mereka.

"Ne, ahjumma. kalau begitu saya permisi dulu. Bin Rae-ya, oppa pulang dulu"
Jongshu berjalan pulang, akan tetapi setelah beberapa langkah, seakan teringat sesuatu, Jongshu membalikkan badannya dan berjalan menghampiri Bin Rae.
" Bin Rae-ya.. ini untukmu. anggap saja sebagai hadiah pembuka untuk kemenanganmu", Jongshu mengulurkan bunga Chrysant yang digenggamnya sejak tadi.

" gomawo, oppa" , Bin Rae menerimanya sambil memamerkan senyumnya yang paling manis.
----
Perlahan Park Jongshu membuka matanya, menghela nafas pendek lalu beranjak dari bangku yang sejak siang tadi didudukinya.
"aku merindukanmu Bin Rae-ya.. sangat merindukanmu", gumamnya lirih

Read more...

sesuatu itu bernama 'senyum mu'

>> Selasa, 24 Mei 2011

Seperti ada sesuatu yang hilang,
candaan dan senyummu,
sedang kemana mereka?

ah sedang mampir di hati orang lain ya :')

Read more...

a little crazy thing called love

>> Minggu, 01 Mei 2011

... kuucap namamu seperti saat Pak Sanusi mengucapkan, 'Pancasila dan UUD 1945 yang murni dan konsekuen...',
penuh kasih dan cinta,
diselimuti rasa sayang dan bangga,
tulus ikhlas dan sukarela.

'Kau sentuh jiwaku dengan tatapanmu yang sangat berharga,
Kau sentuh hatiku dengan hatimu yang selalu mempesona,
Kau buka seluruh inderaku dengan segalamu tiada tara,
Kebodohan dan kebijakanku sepakat mengatakan bahwa kitalah cinta.'

Read more...

jika kerinduan dan puisiku

>> Selasa, 26 April 2011

Jika kerinduan dan puisiku
adalah sebuah pisau
akankah ia membunuhmu?

Jika kerinduan dan puisiku
adalah setetes air
mungkinkah ia menenggelamkanmu?

Jika kerinduan dan puisiku
adalah sebutir pasir
sanggupkah ia menguburmu?

Jika kerinduan dan puisiku
...

Read more...

Bellamore

>> Jumat, 22 April 2011

Teman, mari kubisikkan padamu
kisah tentang sebuah keindahan cinta
yang pernah hadir menghangatkan hatiku
dengan membawa beribu rasa bagi sang jiwa.

Namun ternyata takdir memiliki rahasia
yang tak dapat kupahami dengan pasti.
Cinta itupun terenggut dariku, menorehkan luka pada jiwa.

Kukira takkan pernah kumiliki lagi sebuah cinta
dengan segala keindahannya.
Namun takdir memang memiliki sebuah rahasia
yang pada akhirnya dapat kupahami sepenuhnya.

Jadi marilah kuingatkan kembali padamu
akan pepatah tua yang berkata
bahwa mencintai seseorang
tak harus selalu memiliki.

Dan inilah yang menjadi pemahamanku.
Walau telah kumiliki cinta yang baru,
namun kutahu cinta yang pernah kumiliki dulu
akan selalu menjadi bagian dari kenanganku

Read more...

kemarin,hari ini, esok, dan seterusnya

>> Jumat, 08 April 2011

mencoba menyemangati diri sendiri. harus bisa bikin bangga keluarga.
mencoba meminta kemurahan hatiNya untuk dibolehkan mendapatkan karunia Nya.

berdoa untuk kelancaran studi . kebahagian dan penjagaan untuk keluarga dan teman teman.

dan tentu saja mendoakanmu.
memohonkan kebahagiaan dan penjagaan hatimu.
semoga cita citamu tercapai.

kemarin, hari ini, esok, dan seterusnya.

Tuhan kabulkan doaku. amin

Read more...

maret 2011

>> Selasa, 29 Maret 2011

My dear,
I don't remember when love came to me,
But I won't forget the first time I saw you

" Happy Birthday "

:)

Read more...

2 words , 1 meaning

>> Jumat, 25 Maret 2011

“Hei”

Indy yang sedang asik mendribel bola basketnya kaget mendengar ada seorang cowok yang tiba tiba menegurnya. Dia hentikan kegiatannya sejenak untuk menoleh.

“Hei”, sahutnya sambil melanjutkan mendribel bola.

“Atlet juga? Cabang basket ya?”, cowok itu meneruskan pertanyaannya.

“Bukan”, sahut Indy acuh.

“Namaku Arif”, lanjut cowok itu memperkenalkan dirinya.

Indy menghentikan permainannya, “Aku tau. Siapa sih yang nggak tahu namamu. Arif Wahyudi, pesepakbola terkenal. Timnas U-19 yang sekarang gabung di klub Argentina”, ujar indy sambil tersenyum.

“Oh. Eh. Namamu?kalau boleh tahu”, jawab Arif gugup.

“Aku Indy”, sahut Indy tersenyum kecil sambil berjalan keluar lapangan.

“Kamu bukan Atlet? Kok bisa main basket di sini? Bukannya ini gelanggang khusus atlet?”, tanya Arif menjajari langkah Indy.

“Ayahku asisten pelatih tim basket senior, jadi aku bebas keluar masuk stadion ini selama tidak mengganggu proses latihan”, jawab Indy mempercepat langkahnya.

“Permainanmu bagus. Kenapa nggak jadi atlet saja?”

“Hei apa kamu sedang ada janji? Kenapa jalanmu cepat sekali?” sambung Arif seraya memegang siku Indy.

Indy melepaskan pegangan Arif di sikunya. Ditatapnya Arif dengan pandangan tidak senang, “Pertama makasih udah bilang permainanku bagus. Kedua main basket cuma hobiku dan aku nggak berniat jadi atlet. 
Ketiga, ya, aku ada les pukul 17.00 dan aku sudah terlambat limabelas menit.”, jawab Indy lalu berjalan menuju motornya dan segera pergi meninggalkan Arif yang hanya bisa bengong menatap kepergiannya.

Wow galak juga. Tapi manis, walaupun rambutnya acak acakan begitu, batin Arif.

◊◊◊◊

Indy baru saja satu langkah memasuki kelasnya ketika dia mellihat teman-teman sekelasnya bergerombol di sudut kanan kelas. Seperti ramai membicarakan sesuatu.

“Pada ngomongin apaan sih, Ras?”, tanyanya ke Rasti, teman sebangku sekaligus sahabat terdekatnya.

Belum sempat Rasti menjawab, Pak Ikhsan, guru matematika mereka berjalan memasuki kelas dengan diikuti seorang cowok di belakangnya.

Indy terbelalak, Arif? Kenapa dia di sini? Ah, pantes aja anak-anak pada rame tadi. Pasti ngomongin dia. Tapi ngapain dia di sini ya?

“Anak-anak sekolah kita kedatangan murid baru yang pastinya kalian sudah tahu dan mengenal siapa dia. Ya, dia adalah Arif Wahyudi. Arif akan bersekolah di sini untuk sementara waktu, sampai musim liga Argentina di mulai lagi.”, kata Pak Ikhsan seakan menjawab pertanyaan dalam hati Indy.

“Bapak harap kalian bisa membantu Arif untuk beradaptasi dengan lingkungan sekolah kita.”, lanjut Pak Ikhsan.

Pandangan mata Indy bertemu dengan Arif. Arif tersenyum dan melambai kecil ke arahnya yang langsung dibalas dengan senyum pula oleh Indy. Tak urung kejadian itu membuat murid-murid yang lain menjadi agak ribut.

“Ndy, lo kenal ya ama Arif?”, tanya Rasti setelah Arif dipersilakan duduk dan Pak Ikhsan melanjutkan pelajarannya.

Indy hanya menganggukkan kepala. Acuh seperti biasa.

Pelajaran berlangsung lancar seperti biasanya. Ketika bel istirahat berbunyi dan Indy sudah siap-siap menuju kantin, Arif menghampirinya.

“Ndy, mau ke kantin? Bareng ya. Aku belum tau kantinnya dimana”, pinta Arif

“Oke” jawab Indy singkat karena perutnya sudah sangat lapar.

Di kantin mereka membicarakan banyak hal. Ternyata Arif adalah teman ngobrol yang asik menurut Indy. Wawasan Arif cukup luas, dan obrolan mereka nyambung karena Indy dibesarkan di keluarga atlet, lagipula Indy juga hobi nonton bola. Indy yang sebenarnya tidak terlalu suka berbagi cerita dengan orang baru, menjadi nyaman ketika mengobrol dengan Arif.

Sebenarnya sudah sejak lama Arif mengamati Indy yang sedang bermain basket di stadion tempatnya latihan. Tetapi baru kemarin dia berani menyapanya. Itupun dia gugup setengah mati.

Ini cewek kalo lagi ngomong maniis banget sih , batin Arif setiap kali ngobrol dengan Indy.

◊◊◊◊

dan apa yang bisa kulakukan ketika kutemukanmu disudut mataku?
..
hanya bersorak dalam hati saja
..
hanya tersenyum tipis saja
..
hanya memandangmu tulus saja
..
hanya menggumam sepatah doa untukmu saja
..
hanya memuji manis rupamu saja
..
hanya berharap kau tidak beranjak
..
dan tetaplah di sudut mata
..
atau kau bisa menoleh
dan lemparkan sedikit senyum untukku.

Terimakasih.

Lambat laun mereka menjadi dekat satu sama lain. Sering bermain basket bareng. Atau sekedar pergi makan malam di sela-sela jadwal kosong Arif. Indy pun mulai sering menemani Arif latihan. Arif akan dengan sangat semangat menjebol gawang lawan jika Indy menonton pertandingannya. Tanpa sadar mereka mulai bergantung satu sama lain.

Ketika menyadari bahwa kehadiran Arif di Indonesia hanyalah untuk sementara, hati Indy terasa gelisah. Dia sudah terbiasa dengan kehadiran Arif di hidupnya. Begitupun dengan Arif, kalau bukan karena kontrak yang mengikatnya, dia tidak ingin kembali ke Argentina. Dia ingin bermain di Indonesia. Dia ingin terus berada di sisi Indy.

“Ndy, lusa aku balik ke Argentina”, kata Arif perlahan membuka percakapan dengan Indy tentang kepulangannya esok.

“ Terus?” , kata Indy.

“ Terus? Cuma terus nih komentarnya?” , kata Arif

“Kamu pengen tahu suatu kenyataan yang jujur apa bohong?”, jawab Indy, ditatapnya mata Arif.

“hmm. Bohong dulu deh.”, jawab Arif mengulum senyum.

“Aku seneng kamu balik lagi ke Argentina. Nggak ada yang gangguin aku lagi. Nggak ada yang ngatain aku bawel lagi.”, kata Indy lirih seraya menundukkan kepala.

Arif tersenyum, ditangkupkan kedua tangannya di pipi Indy. Didongakkannya kepala Indy sehingga mata mereka bertatapan, “ Kalau yang jujur?”, katanya.

“Aku nggak pengen kamu pergi. Argentina itu jauh sekali.”, jawab Indy

“Aku juga nggak pengen pergi, Ndy, sebenarnya. Aku nggak pengen jauh dari kamu. Tapi aku harus menyelesaikan kontrakku di sana dulu, baru aku bisa main di Indonesia. Tinggal satu musim lagi. Kamu mau bersabar enam bulan lagi?”, terang Arif tanpa melepaskan tangannya dari pipi Indy.

“Entahlah. Enam bulan bukanlah waktu yang singkat”, jawab Indy

“Ah. Aku tau kamu bakal kangen sama aku. Ya kan?” goda Arif sambil mengacak rambut Indy.

“Hei. GR. Siapa yang bakal kangen sama kamu. GR GR GR GR!!”, umpat Indy kesal.

“Beneran kamu nggak kangen sama aku nanti?”, sahut Arif nyengir memperlihatkan deretan giginya yang rapi.

“Nggak!” jawab Indy tegas.

“Nanti kalau kamu kangen, kamu mau nggak ngasi tau ke aku?”, tanya Arif tersenyum kecil

“Kenapa harus ngasi tau kamu?”, Indy balas bertanya.

“biar aku bisa ngelakuin sesuatu untuk ngobati kangenmu.”, jawab Arif.

“Misalnya? “, Indy memicingkan mata kanannya.

“Dateng ke mimpimu. Hahaha “, ujar Arif sambil mengerlingkan matanya ke Indy yang langsung di sambut dengan cubitan Indy di pipinya.

Mereka tertawa. Mentertawakan perpisahan untuk sementara esok.

◊◊◊◊

Malam itu genap enam bulan Arif merumput di Argentina. Selama ini Arif dan Indy tetap menjaga komunikasi mereka melalui chatting, telepon, email, maupun jejaring sosial yang ada.

Entah kenapa hari itu Indy merasa kangen yang teramat sangat. Dia ingat pesan Arif untuk memberitahunya jika dia merasa kangen. Segera diketiknya pesan singkat untuk Arif. Dia berharap Arif tidak sedang latihan,

Hai. Mau baca sebuah pengakuan? ketiknya.

Apa ? balas Arif di pesan singkatnya

“I miss you” balas Indy cepat.

Tidak berapa lama ringtone HP nya berbunyi, Arif telfon , jerit Indy girang.

“Hei”, sapanya gugup.

“Kenapa baru hari ini bikin pengakuan kalau kamu kangen sama aku? Jadi selama enam bulan ini kamu nggak kangen sama aku, hah?” berondong Arif geli.

“Hei kenapa marah-marah begitu? Sudah untung aku mau bilang.”, sungut Indy.

“Hahaha. Maaf maaf. Sekarang keluarlah”, pinta Arif.

“Kenapa? Ada apa di luar ? Sudah malam disini. Kamu jangan nakut-nakutin deh”, jawab Indy heran.

“Udah deh, keluar aja sekarang”, pinta Arif sekali lagi

Ragu-ragu Indy menuju ke jendela kamarnya yang terletak di lantai dua rumahnya. Di bukanya korden dan dilihatnya keluar. Tidak ada apapun di luar dan ketika dia hendak menutup kordennya, tanpa sengaja dia melihat ke lantai satu. Betapa Indy terkejut melihat Arif sedang tersenyum melambai ke arahya.

Segera Indy berlari turun dan keluar rumah. Nafasnya ngos-ngosan ketika sampai di depan Arif karena dia begitu bersemangat.

“hai cantik”, sapa Arif tersenyum manis.

“Kapan dateng? Kenapa nggak ngasi tau dulu kalo...” Indy tidak bisa meneruskan kata-katanya karena Arif tiba-tiba menarik dan memeluknya.

“Aku kan sudah bilang, kalau kamu bilang kangen, aku akan melakukan sesuatu”, ujar Arif lirih seraya mengeratkan pelukkannya.

“Sekarang aku mau dengar kalau kamu kangen sama aku, secara langsung.”, tambahnya.

Indy melepaskan pelukannya, ditatapnya Arif dan tersenyum, “I miss you bad”, ujarnya lembut.

“i miss you too, cantik.”, jawab Arif. Di kecupnya lembut pucuk kepala Indy.

“I love you”, tambah Arif.

“I love you too, Arif.”, ucap Indy tulus

◊◊◊◊

kepada Pencipta dingin malam ini aku berterimakasih.
tentang aku yang pada akhirnya bisa mengenalmu.
tentang perasaanku kepadamu.
tentang perasaanmu kepadaku.
tentang 2 kata yang menyatukan kita ;
“aku mencintaimu”

Read more...

acuh

>> Kamis, 24 Maret 2011

Aku hanya ingin Kau bantu mengikisnya.
Aku hanya merasa lelah, Tuhan.

Ketika aku berusaha menghalaunya, ketika aku berusaha menyangkalnya, maka dia akan semakin kuat tertanam di hatiku.

Sudah kuberi tahu dunia bahwa aku tidak mencintainya, tapi ada apa dengan mata dan jantungku yang tiba tiba tidak terkontrol jika bertatapan dengannya, kemana suara dan ceriaku ketika berpapasan tanpa sapaan dengannya.

Aku tidak mau ini menjadi berlebihan, Tuhan.
Sungguh aku tidak mau main main dengan cinta

Read more...

ketika males nulis

>> Kamis, 03 Maret 2011

good luck buat persiapannya yaa.
insya Allah lolos terus keterima. amin.
i'll keep you in my pray
:)



~judul ga nyambung ama isi ya?
~suka suka penulis :)

Read more...

percakapan singkat dengan ibu

>> Selasa, 01 Maret 2011

saya (V) : buk. nggak mau tau gimana caranya nanti aku harus bisa ketemu ama Arif Suyono.
ibu (I) : siapa tu arif suyono?

V : pemain bola buuuk..kereeeeen banget.

I : ya nanti kalo pas main sama PSIS. nonton sama bapak kn gampang turun ke bawahnya.

V : ya pokoknya aku harus ketemu sama arif suyono harus ! gamau tau !

I : halah. jangan2 udah punya istri.

V : -_- lha emang udah punya anak,istri.

I : oalaaah kirain kayak Bahdim bahdim itu. lha kok udah punya istri. opo apike ?

V : noooooo buk. arif semilyar kali lebih keren dari bachdim plis -,-

I : yo yo karepmu karepmu

V : ya pokoknya nanti kalo ketemu aku mau pegang pipinya.dan dia harus pegang kepalaku. aku mau pokoknya aku mau ketemu.

I : ooo lha bocah rada miring iki.

Read more...

sejajar

>> Minggu, 20 Februari 2011

Maaf ya. Seharusnya kemarin aku nggak mengagumi kamu dengan berlebihan.
Seharusnya tidak perlu ada yang tahu. Bahkan merasakan perasaan ini saja aku takut.
Tapi mau gimana lagi, terlanjur mereka berpikir kalau aku memang suka sama kamu. Sepihak. Ya. Pendapat sepihak.
Mereka menelan mentah cerita orang dan ekspresi.

Memang waktu itu aku mengagumi mu dengan berlebihan, mungkin karena situasi.
Tapi tidak untuk sekarang.
Aku terlalu menyayangimu dan pertemanan kita lebih berharga dari perasaanku.

Aku hentikan sampai di sini.
Aku melangkah lagi sejajar denganmu.
kita tidak akan berpotongan ,kecuali Tuhan mengijinkan.

Read more...

untitle

>> Sabtu, 19 Februari 2011

Tegur jika aku salah meraba rasa
Tegur jika aku salah merindu
Tegur jika aku mengagumi senyum yang salah


Tuhan, jika rasa ini salah, tolong ambil saja secepatnya.
Tapi jika boleh meminta, aku ingin menjadi benar. Dan dia juga meraba rasa yang sama

Read more...

partitur

>> Jumat, 11 Februari 2011

Habis sudah
dalam larik tercurah
segala rindu dan cinta
yang tak sempat terjamah
tinggal serpih darah
terpecah

Ya Allah, kupinjam langit sejenak untuk lindungi dia dari cucuran air mata

kupinjam samudera untuk tenangkan amarahnya

kupinjam bumi untuk menjaga raga juga hatinya

terakhir, kupinjam hujan untuk mempertahankan senyumnya
agar tetap seperti itu

Read more...

catatan

>> Selasa, 01 Februari 2011

Seumpama kelopak‐kelopak mawar di batas guguran daun
Bersemi menghiasi tiap jengkal pertiwi
Ada ambang yang terbuka di relung hati
Menyingkap tabir yang menutupi
Selaksa rasa tercipta
Kala kulihat kau datang dari arah tak terduga
Bersama senyummu yang mampu cairkan dinginku
Serupa bayangan bulan yang jatuh ke bumi
Melukis gerhana di langit kelam
Begitulah aku menyimpan sosokmu
Dalam benak dan kalbu
Samar tanpa cahaya
Namun kilau bersama bintang di sisinya
Kuketuk jendela di antara rinai hujan
Yang bersahutan dengan guntur
Sebagaimana kuketuk pintu hatimu
Untuk sekadar bertanya,
“Bolehkah kuukir namaku di sana?”

Read more...

Adakah kau sadari?
Kita bukan sepasang merpati
yang senantiasa terbang bersama
Kita ini hanyalah sepasang jiwa
Terikat oleh sebuah cerita
Terperangkap dalam sekotak kenangan
Dan jika kini aku ingin pergi
Bukan berarti ingin meninggalkan
Karena merelakan
Bukan berarti melupakan
Adakah kau pahami?
Cinta sesungguhnya tercipta untuk dirasa
Bukan dipunya

Read more...

SAYA tentang CITA-CITA

>> Jumat, 28 Januari 2011

Tiga belas tahun yang lalu kalau saya ditanya tentang cita cita pasti dengan mantap saya akan menjawab dokter, seperti kebanyakan anak kecil lainnya.
Sekarang kalau saya ditanya tentang cita-cita pasti saya akan terdiam terlebih dahulu. Bukan tidak tahu, tapi saya bimbang. Kalau menuruti ego, saya akan menjawab reporter (reporter jelajah alam atau reporter di daerah konflik). Tapi menurut saya, mereka tidak menginginkan jawaban seperti ego saya. Mereka menginginkan jawaban yang lebih berkelas seperti dokter, polisi, direktur, dan sebagainya. Jadi, saya hanya bisa tersenyum untuk menjawab pertanyaan mereka.
Cita-cita saya abstrak. Saya ingin bekerja di bidang sosial dan kemanusiaan. Menjadi reporter di daerah konflik untuk mengabarkan kepada dunia bagaimana sengsaranya korban-korban perang dari masyarakat sipil, bagaimana mereka menderita karena kelaparan, kehilangan keluarga, kehilangan hak untuk hidup nyaman. Saya ingin menjadi perantara jeritan mereka kepada dunia, jeritan mereka kepada petinggi-petinggi negeri mereka, jeritan mereka kepada pasukan perang yang tidak pernah mau tahu tentang penderitaan mereka.
Saya juga ingin menjadi relawan Palang Merah Internasional. Terjun ke daerah-daerah bencana.



Ego saya ingin bekerja dan tinggal didaerah yang sederhana, jauh dari kamunafikan kota besar. Di daerah yang ramah dan penuh kebersamaan. Jujur saya bosan tinggal di kota, karena saya dibesarkan di kota.
Kembali ke realita. Sekarang, saya harus menekan cita-cita saya terlebih dahulu. Bukan mematikan, hanya menekan. Sebagai anak sulung, saya sadar kalau secara tersirat saya adalah harapan pertama kedua orangtua saya. Ya sekarang saya harus mengejar dan mewujudkan cita-cita mereka dulu. Suatu saat nanti jika Allah mengijinkan, akan saya wujudkan keinginan ego saya. Mungkin inilah rencanaNya, saya harus berjalan memutar sebelum sampai di tujuan. Tujuannya sama, hanya caranya saja yang berbeda.
Sekarang, tidak ada yang lebih penting dari senyum bapak dan ibu. :)

Read more...

ORDINARY HOLIDAY untuk siswi pra ujian

Apa bisa dikata, beginilah nasib pelajar kelas 3. Liburan pun tetap ada tambahan pelajaran.
Yah alih alih untuk masa depan. Harus diterima dengan senang hati pastinya.
Kesempatan liburan yang hanya satu minggu, harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Pada akhirnya hanya sempat ke Jogja dan Tawangmangu. Yaaah lumayan daripada cuma suwung di rumah.
Ordinary trip dimulai ke Tawangmangu. Actually ini kunjungan ke-2 saya ke sana. Ya Tawangmangu. Banyak kenangan bersama COCOTE di sana. Flashback ke VOC (Vacation Of Cocote) deh. Villa, grojogan sewu, jagung bakar. Eww semua itu bikin kangen.

Perjalanan kali ini sedikit terasa biasa saja, karena nggak pergi bareng temen-temen. Dan menyebalkan sekali harus menahan mual sepanjang perjalanan. Errgh .
Oh , tapi saya tetap menikmati setiap pemandangan di sana.
Keagungan Allah melalui indahnya air terjun Grojogan Sewu. Bagaimana mungkin tebing setinggi itu masih berdiri kokoh padahal setiap detik terkikis oleh air. Tentu saja kuasaNya yang berbicara.
Sampai-sampai bisa nyentuh pelangi di sana. Sayang sekali nggak difoto, takut kameranya basah. Hehehe.

Lalu ordinary trip dilanjutkan ke Jogja. Bete bangeeeet di sana nggak sempet kemana-mana karena gastritis saya kambuh. Alhasil cuma di rumah budhe. Makan, tidur, minum obat, nonton TV, makan lagi, begitu terus :(
Well.,sekali lagi setidaknya saya nggak cuma suwung di rumah. :).


-fotonya kehapus semua. hiks-

Read more...

  © Blogger template Werd by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP